Selasa, 16 Oktober 2012

PERNIKAHAN DAN KELUARGA KRISTEN

Keputusan untuk menikah adalah keputusan yang memengaruhi masa depan. Untuk menikah, kita tidak cukup bermodalkan cinta, uang, dan dua manusia yang berbeda jenis kelaminnya. Untuk memiliki pernikahan yang dapat bertahan hingga maut memisahkan dan penuh keharmonisan, diperlukan persiapan yang matang. Dua pribadi yang saling mencintai harus memiliki kesiapan lahir dan batin, serta visi yang jelas. Dengan demikian, setiap persoalan yang akan datang dapat diatasi dengan lebih mudah dan bijaksana.

Pernikahan dibentuk berdasarkan inisiatif Tuhan. Melalui pernikahan, Tuhan hendak mengajarkan bagaimana hubungan antara Tuhan dengan umat-Nya. Dengan pernikahan, maka terbentuklah sebuah keluarga yang masing-masing anggotanya memegang peranan penting untuk saling menolong, sehingga tiap-tiap anggota dapat bertumbuh, berkarya, dan mengaktualisasikan diri dengan baik.

Sayangnya, akhir-akhir ini banyak pernikahan dan keluarga Kristen yang mengalami perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Beberapa pernikahan/keluarga Kristen yang kurang berakar di dalam Tuhan mulai meninggalkan prinsip-prinsip Alkitab. Dengan demikian, banyak pernikahan yang tidak berkenan bagi Tuhan.

Pernikahan yang dikenan Tuhan adalah pernikahan yang dibangun di atas dasar kebenaran yang alkitabiah. Pertama, pernikahan pada hakikatnya menyangkut dua dimensi: dimensi institusional dan dimensi personal. Oleh karena itu, pernikahan membutuhkan pengakuan publik dan pribadi, dan kedua dimensi ini perlu dijaga agar ada keseimbangan.

Alkitab mencatat bahwa hakikat pernikahan adalah penyatuan seorang pria dan wanita. Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam sehingga mereka dapat menjadi satu daging. Hawa diciptakan untuk menjadi penolong bagi Adam, dan hanya Hawa yang sepadan dengan Adam, bukan ciptaan yang lain.

Hakikat pernikahan yang kedua adalah kesetaraan dua pribadi di hadapan Tuhan, meskipun masing-masing memunyai peranan yang berbeda. Ketiga, pernikahan adalah penyatuan tubuh, roh, dan jiwa secara utuh. Keempat, pernikahan adalah relasi yang terbuka -- tidak ada rahasia di antara suami dan istri. Kelima, pernikahan adalah penundukan diri di bawah kuasa dan pimpinan Kristus.

Tuhan telah menyediakan pasangan hidup bagi masing-masing orang. Demikianlah yang terjadi dengan Adam ketika ia sedang tidur nyenyak, Allah menciptakan seorang istri baginya. Allah menghendaki agar pernikahan menjadi tempat bagi suami istri untuk saling melayani, saling mendukung dalam memahami maksud dan rencana Allah, dan tempat untuk mengenal Allah bersama-sama.

Hanya dalam pernikahanlah Tuhan Allah mengizinkan suami istri melakukan hubungan seks. Namun demikian, suami dan istri harus saling memahami arti seks dan memperlakukannya dengan benar sesuai maksud Tuhan. Seks perlu dibicarakan secara terbuka karena seks juga memunyai pengaruh yang kuat terhadap kepribadian dan cara hidup seseorang.

Dalam pernikahan yang dikenan Tuhan, suami dan istri diharapkan bisa menerima perbedaan (eksistensi, peranan, sosial, intelegensi, emosi, seks, dll.) di antara mereka berdua, dan saling melengkapi. Jangan sampai perbedaan dalam keluarga mengakibatkan kehancuran keluarga. Selain harus bersedia menerima perbedaan, suami istri seharusnya tidak menuntut pasangan untuk berubah, tetapi dirinya sendirilah yang harus berusaha untuk berubah dan menerima pasangan seutuhnya.

Untuk menciptakan pernikahan yang dikenan Tuhan, suami istri juga harus bisa menempatkan skala prioritas dalam keluarga, yaitu: Tuhan, suami istri, keluarga, pelayanan, dan masyarakat. Suami istri harus dapat berkomunikasi dengan baik sehingga tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. Pasangan suami istri diharapkan untuk bekerja sama dalam menciptakan keluarga yang bisa menjadi pusat pelatihan, pengajaran, kesaksian, dan perawatan yang utama bagi masing-masing anggotanya. Pernikahan Kristen seharusnya dapat membentuk anak-anak yang mengenal Tuhan, beriman, berprestasi, dan penuh kasih. Dengan kata lain, membentuk pernikahan yang berkenan kepada Tuhan berarti membentuk pernikahan yang dapat memelihara dan merawat jiwa-jiwa, pernikahan yang bisa menjadi tujuan utama untuk berlindung pada waktu badai, dan pernikahan yang mampu menyembuhkan jiwa yang terluka. Dengan demikian, pernikahan Kristen menjadi sarana untuk merasakan dan mengalami kehadiran Allah.

Agar pernikahan Kristen berjalan dalam kebenaran, perlu adanya komitmen suami istri untuk mengadakan ibadah bersama secara rutin. Dengan mengikutsertakan Tuhan dalam kehidupan pernikahan akan membuat pernikahan berjalan dengan damai sejahtera meskipun menghadapi masalah. Ibadah keluarga merupakan kegiatan utama dalam sejarah bangsa Israel sebelum mereka melakukan ibadah di bait Allah. Ibadah keluarga dapat membangun pernikahan Kristen, baik secara rohani maupun secara relasi. Tuhan menghendaki setiap pernikahan Kristen bersekutu dan berkomunikasi dengan Dia, serta melayani dan menyembah Dia. Ibadah keluarga sangat penting karena dengan melakukannya, berarti kita menyediakan tempat bagi Tuhan untuk hadir di tengah-tengah keluarga.

Selain cara berkomunikasi dan ibadah keluarga, kebiasaan makan bersama juga memberikan pengaruh positif terhadap pernikahan Kristen. Duduk dan makan bersama memberikan kesempatan bagi seluruh anggota keluarga, untuk saling berbagi beban dan ucapan syukur atas pertolongan Tuhan, sehingga seluruh keluarga terbangun dan semakin erat dalam kesatuan, baik sebagai keluarga di dunia maupun keluarga di dalam Tuhan. Perbincangan di meja makan bisa membuat pernikahan dan keluarga Kristen saling memerhatikan dan membangun satu sama lain.

Apabila semua hal di atas terlaksana dalam pernikahan Kristen, maka akan terjadi keharmonisan dan tidak akan pernah terjadi perceraian. Perceraian adalah ciptaan manusia, suatu refleksi dari keberdosaan dan penolakan manusia terhadap rencana semula ketika Tuhan menciptakan pernikahan. Tuhan membenci perceraian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar