Salah satu ciri pernikahan kristiani adalah memiliki komitmen secara
total. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata komitmen berarti
perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu. Pernikahan kristiani
bukanlah hubungan "kumpul kebo" tanpa ikatan, melainkan hubungan seorang
pria dan wanita yang diikat oleh perjanjian seumur hidup dan komitmen
secara total yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hubungan pernikahan
itu menggambarkan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya (baca Efesus
5:21-23). Kristus telah mengurbankan diri-Nya dan mengasihi umat-Nya
tanpa pamrih, serta berjanji untuk selalu menyertai umat-Nya (Matius
28:20). Dalam 1 Korintus 13:4-7, Rasul Paulus mengajarkan agar suami
istri saling mengasihi (Efesus 5:28-30) seperti Yesus Kristus yang telah
mengasihi umat-Nya. Suami istri yang bersatu dengan Kristus adalah satu
anggota tubuh Kristus (1 Korintus 12:27).
Komitmen total seperti
yang telah Yesus Kristus lakukan dalam kehidupan dan kematian-Nya,
hendaknya diterapkan juga dalam pernikahan kristiani. Suami istri
hendaknya berkomitmen untuk saling mengasihi dan memerhatikan pasangan,
apa pun yang terjadi.
Elizabeth Achteimeier dalam buku "The
Committed Marriage" menyatakan pernikahan kristiani seharusnya memunyai
komitmen dalam enam hal: komitmen secara total, komitmen untuk menerima,
komitmen secara eksklusif, komitmen terus-menerus, komitmen yang
bertumbuh, dan komitmen yang berpengharapan. Dengan adanya komitmen
dalam keenam hal ini, kehidupan pernikahan suami istri akan lebih
berhasil.
1. Pernikahan kristiani harus memiliki komitmen secara
total. Hal ini berarti pasangan menyerahkan diri secara menyeluruh dalam
hubungan pernikahan. Dengan demikian, masing-masing pihak berprinsip:
"Apa pun yang terjadi, kita akan tetap mempertahankan pernikahan ini."
Dedikasi secara total berarti bersedia mendampingi meskipun dalam
hal-hal yang tidak menguntungkan, mau menyelesaikan masalah, dan
melakukannya dengan pertolongan Kristus yang menyertai kedua pasangan.
Pernikahan yang berhasil tidak otomatis terwujud, ini tercapai hanya
karena anugerah Allah dan hasil upaya bersama dari suami istri.
2.
Pernikahan kristiani adalah pernikahan yang memunyai komitmen untuk
menerima. Suami mau menerima keberadaan istri sepenuhnya, lengkap dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Pasangan kita itu bukan Anda, ia
diciptakan menurut rupa Allah bukan rupa kita. Jadi, jangan berusaha
untuk menjadikannya seperti kita. Dan, pasangan kita diharapkan untuk
terus berubah menyerupai Kristus, bukan menyerupai kita. Maka dari itu,
menerima apa pun keberadaan pasangan harus dilakukan dengan komitmen
yang sungguh.
Selain menerima berbagai kelebihan pasangan,
belajar untuk menerima ketidaksempurnaan pasangan juga harus terus
dilakukan. Namun, ini tidak berarti kita harus menerima kebiasaan buruk
atau perbuatan kriminal pasangan kita. Kedua hal itu harus diubah atau
bahkan dibuang. Selain menerima, dalam pernikahan kristiani juga harus
memberi. Tetaplah memberi, sekalipun Anda berpikir pasangan Anda tidak
layak menerima kasih Anda. Sikap seperti ini mencerminkan kasih Kristus
yang Ia berikan kepada umat yang sebenarnya juga tidak layak menerima
kasih-Nya. Kasih yang Yesus Kristus ajarkan adalah kasih yang diberikan
tanpa paksaan dan diwujudkan dalam bentuk penyerahan. Kasih diwujudkan
dalam hal memberi. Ini mencakup pemberian kebebasan kepada pasangan
untuk menjadi dirinya sendiri, kreatif, unik, dan berkembang.
3.
Pernikahan kristiani memiliki komitmen secara eksklusif. Dalam
pernikahan kristiani, suami istri tidak boleh dibagi dengan orang lain.
Masing-masing pihak, suami dan istri, tidak diperbolehkan melakukan
zinah dan memiliki wanita atau pria idaman lain, serta melakukan
hubungan homoseksual atau lesbian (Keluaran 20:14 dan Roma 1:26-27).
Dalam
kenyataan, banyak pernikahan yang hancur karena hadirnya pihak ketiga.
Oleh karena itu, jangan biarkan pihak ketiga hadir dalam pernikahan
Anda, bahkan sekalipun Anda tidak melakukan hubungan intim dengannya.
Juga, jangan biarkan kehadiran anak memisahkan kesatuan Anda dengan
pasangan. Jangan menggunakan anak sebagai alasan untuk membiarkan suami
merasa kesepian. Jika hal ini terjadi, suami akan lebih mudah mencari
hiburan dari orang lain.
4. Pernikahan kristiani memunyai
komitmen yang terus-menerus. Pernikahan itu seumpama seorang bayi yang
terus mengalami perkembangan. Oleh karena itu, pernikahan kristiani
menuntut adanya komitmen yang terus-menerus, untuk menjaga kehidupan
pernikahan di tengah berbagai perubahan yang terjadi.
Seperti
kasih Kristus kepada umat-Nya yang tidak hanya sekali, namun terus
berkelanjutan, demikian jugalah hendaknya komitmen dalam pernikahan
kristiani -- tidak berubah, namun justru semakin kuat dalam setiap tahap
kehidupan.
5. Pernikahan kristiani memiliki komitmen yang
bertumbuh. Komitmen ini semakin lama semakin dalam dan dewasa karena
akan melewati liku-liku perjalanan hidup bersama-sama. Proses
pendewasaan pernikahan terkadang mudah dilalui dan terkadang sulit
ditempuh, sehingga pasangan terkadang perlu memperbarui komitmen
sebelumnya dan terus-menerus mempererat hubungan dengan pasangannya.
Pernikahan
yang bertumbuh hanya dapat diciptakan oleh pasangan yang mandiri, yang
tidak lagi bergantung kepada orang tua, dan yang tidak bergantung pada
orang lain untuk memenuhi kepuasan emosional dan seksualnya. Suami istri
memang sebaiknya saling bergantung, namun bukan berarti masing-masing
pihak dituntut untuk memenuhi seluruh kebutuhan pasangannya baik secara
jasmani, rohani, dan kejiwaan. Hanya Tuhan yang sanggup memberikan
kepuasan total bagi kita. Oleh karena itu, suami istri perlu
mengembangkan diri semaksimal mungkin sesuai dengan rencana Tuhan,
sehingga hidup mereka dapat berarti dan dapat merasakan kepuasan hidup.
Pernikahan
kristiani yang bertumbuh juga hanya dapat terjadi dalam pernikahan
pasangan dewasa. Artinya, itu hanya akan terjadi dalam pernikahan yang
saling memerhatikan kepentingan pasangan, peka terhadap pasangannya, mau
berkorban demi kebaikan pasangan, bertanggung jawab, menjaga harga
dirinya sendiri, dan mengembangkan talenta diri. Itulah dasar kedewasaan
yang sejati. Dengan kata lain, pernikahan yang berkembang tidak lagi
memikirkan "saya", tetapi "kita". Masing-masing perlu menyesuaikan diri
dengan kebutuhan pasangan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan, waktu,
emosi, dan cinta kasih. Seandainya suami lebih senang bekerja hingga
larut malam, seyogianya suami tidak selalu tidur terlalu malam agar
istri tidak merasa kesepian karena harus tidur sendirian. Dalam hal ini,
kedua belah pihak harus memiliki kebijaksanaan untuk menyesuaikan diri
dengan pasangannya. Demikian juga dalam hal hubungan kita dengan anggota
keluarga yang lain.
Pernikahan yang berkembang bukanlah
pernikahan yang terasa manis pada beberapa bulan pertama pernikahan
saja, melainkan pernikahan yang bahkan semakin manis seiring berjalannya
waktu. Untuk mencegah timbulnya rasa jenuh dalam pernikahan, Anda perlu
secara teratur menyediakan waktu khusus untuk memperbarui kasih Anda.
Misalnya dengan berlibur bersama, membiasakan diri untuk berbagi cerita
setiap hari, atau mengikuti program yang dapat memupuk kasih suami istri
(marriage enrichment). Hal ini sesuai dengan isi firman Tuhan dalam
Efesus 4:13 (versi BIS), "Dengan demikian kita semua menjadi satu oleh
iman yang sama dan pengertian yang sama mengenai Anak Allah. Dan kita
menjadi orang-orang yang dewasa yang makin lama makin bertambah sempurna
seperti Kristus."
6. Pernikahan kristiani memiliki komitmen yang
berpengharapan. Meskipun kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi
pada masa depan kita, namun tetaplah memiliki pengharapan di dalam
Kristus. Suami/istri yang merasa pernikahannya tidak berpengharapan,
tidak akan berusaha untuk mempertahankan pernikahannya lagi, sehingga
pernikahannya akan hancur dengan lebih cepat. Tugas kita dalam
pernikahan adalah memberikan diri kita kepada pasangan dalam kasih
dengan penuh pengharapan, sama seperti Yesus Kristus yang memberikan
diri-Nya kepada umat-Nya. Pengharapan kita semata-mata hanya karena
Kristus dan di dalam Kristus.
Bagaimana dengan komitmen Anda berdua terhadap pernikahan Anda? Selamat berbahagia dan tetaplah pegang teguh komitmen Anda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar